Strategi Peningkatan Profesionalisme BAN S/M
STRATEGI PENINGKATAN PROFESIONALISME BADAN AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH UNTUK PENDIDIKAN INDONESIA YANG BERKUALITAS
Oleh: Muhammad Yusro
Makalah yang ditulis untuk mengikuti seleksi anggota BAN S/M 2018-2022
PENTINGNYA AKREDITASI SEKOLAH/MADRASAH
Saat ini di era modernisasi dan globalisasi dengan kompetisi yang makin ketat, maka pendidikan berkualitas memegang peranan yang teramat penting guna mencetak SDM yang kompetitif dan profesional. Tiap tahunnya, masyarakat berlomba untuk mendapatkan layanan pendidikan berkualitas dengan memperebutkan bangku di sekolah/madrasah negeri maupun perguruan tinggi negeri unggulan/terbaik. Salah satu parameter baik tidaknya sebuah satuan/program pendidikan dapat dilihat dari perolehan nilai akreditasi sekolahnya yang diterbitkan oleh Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). Untuk dapat menyelenggarakan pendidikan yang bermutu, maka setiap satuan/program pendidikan harus memenuhi atau melampaui standar yang dilakukan melalui kegiatan akreditasi terhadap kelayakan setiap satuan/program pendidikan. Proses akreditasi dilakukan secara berkala dan terbuka dengan tujuan untuk membantu dan memberdayakan program dan satuan pendidikan agar mampu mengembangkan sumber dayanya dalam mencapai tujuan Pendidikan Nasional.
Akreditasi sekolah/madrasah adalah proses penilaian secara komprehensif terhadap kelayakan satuan atau program pendidikan, yang hasilnya diwujudkan dalam bentuk pengakuan dan peringkat kelayakan yang dikeluarkan oleh suatu lembaga yang mandiri dan profesional. Kelayakan program dan/atau satuan pendidikan mengacu pada SNP [1]. Salah satu upaya pemerintah untuk terus melakukan perbaikan kualitas pendidikan adalah dengan meningkatkan kuantitas sekaligus kualitas proses akreditasi sekolah/madrasah. Jumlah satuan/program pendidikan yang demikian banyak dan menyebar kurang merata di berbagai pelosok wilayah Indonesia menjadi pekerjaan yang cukup berat bagi BAN S/M. Jumlah sekolah berdasarkan jenjang pendidikan dan status tahun 2016/2017 (belum termasuk satuan pendidikan di bawah Kementerian Agama) menurut Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan adalah [2]: TK Negeri dan Swasta (3.207 dan 85.174), SLB Negeri dan Swasta (545 dan 1.525), SD Negeri dan Swasta (132.022 dan 15.481), SMP Negeri dan Swasta (22.803 dan 14.960), SMA Negeri dan Swasta (6.567 dan 6.577) dan SMK Negeri dan Swasta (3.434 dan 9.802). Sehingga berdasarkan data di atas, maka jumlah satuan pendidikan dasar menengah adalah 213.716 sekolah. Data dari Biro Perencanaan dan Kerja Sama Luar Negeri Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (BPKLN Kemendikbud) [3], menyebutkan bahwa sekolah yang mendapatkan akreditasi A saat ini sebanyak 39.771 sekolah, akreditasi B sebanyak 87.588 sekolah, akreditasi C sebanyak 27.408 sekolah dan ada sebanyak 4.058 sekolah dasar dan menengah yang belum terakreditasi untuk semua jenjang di seluruh Indonesia.
Adanya ribuan satuan pendidikan dasar dan menengah yang belum terakreditasi menjadi tantangan tersendiri untuk BAN S/M untuk bekerja cepat namun tetap profesional dalam melakukan proses akreditasi sekolah/madrasah. Kegiatan akreditasi diharapkan tidak hanya sekadar memberikan label atau status sekolah/madrasah, tetapi harus menunjukkan secara faktual tentang kualitas layanan pendidikan yang dikelola oleh satuan/program pendidikan. Menurut Mendikbud [4], bahwa pengembangan akreditasi perlu untuk terus dikembangkan dengan mencari terobosan-terobosan baru agar sekolah di Indonesia yang telah terakreditasi mendapatkan pengakuan internasional. Idealnya, akreditasi merupakan proses yang sangat protokoler dan berbasiskan penelitian untuk mengevaluasi efektivitas suatu unit kerja atau institusi, di mana ketika pemanfaatan akreditasi dilaksanakan secara efektif akan dapat meningkatkan kinerja peserta didik dan perubahan mutu secara berkesinambungan dalam proses pendidikan [5]. Output dari proses akreditasi adalah pengakuan secara formal bahwa sebuah institusi atau program telah memenuhi standar yang telah ditetapkan (UNESCO, 2004), namun pemenuhan standar minimum itu penting tapi tidak cukup, karena institusi-institusi yang kuat/unggul adalah yang mampu terus-menerus menerapkan budaya mutu (Higher Learning Commission, 2012) [6].
PERMASALAHAN PELAKSANAAN AKREDITASI BAN S/M
Kegiatan akreditasi yang menjadi amanat undang-undang dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan nasional, menjadi tanggungjawab bersama semua komponen bangsa, khususnya penyelenggara pendidikan baik negeri maupun swasta. Berbagai permasalahan yang terkait dengan kegiatan, proses dan hasil akreditasi harus menjadi catatan penting untuk perbaikan program pendidikan di masa akan datang. Banyaknya satuan/program pendidikan baik formal maupun non formal yang belum terakreditasi juga menjadi realita kekinian bahwa ternyata banyak hal yang belum optimal dikerjakan oleh lembaga/instansi terkait kegiatan akreditasi [7].
Hasil kajian analisis tentang akreditasi sekolah/madrasah yang dilakukan oleh Kemendiknas tahun 2011 [8], menyebutkan setidaknya ada 4 (empat) permasalahan dalam pelaksaan akreditasi sekolah/madrasah, yakni 1) anggaran dana; jumlah alokasi sekolah yang akan diakreditasi setiap tahun tergantung dari kuota dan dana APBN yang sudah ditetapkan; 2) banyaknya sekolah yang tersebar di berbagai daerah di Indonesia, sehingga proses akreditasi belum sepenuhnya menjangkau seluruh sekolah/madrasah yang ada di Indonesia; 3) kurangnya persiapan pelaksanaan akreditasi; dan 4) kurang objektifnya penilaian oleh asesor saat melakukan visitasi akreditasi, sehingga BAN S/M harus melakukan akreditasi ulang dan mengakibatkan pemborosan waktu, tenaga dan sumber daya.
Selain itu, kegiatan akreditasi sekolah yang dilakukan oleh pemerintah melalui BAP S/M masih terkesan pada hal-hal yang bersifat kuantitatif dan administratif. Dalam kegiatan visitasi asesor yang merupakan salah satu komponen penting dalam kegiatan akreditasi, kondisi/keadaan sekolah/madrasah hanya dilihat dari sisi administratif. Padahal akreditasi yang hanya berfokus pada masalah administratif bukan hanya gagal memberikan informasi yang lengkap dan komprehensif kepada masyarakat, tetapi juga memberikan informasi tidak lengkap kepada para ahli pendidikan, pengawas dan pembina sekolah/madrasah [9].
Dari ringkasan permasalahan yang dijumpai dalam pelaksanaan akreditasi sekolah/madrasah, sebuah studi yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Kebijakan, Balitbang Kemdikbud terkait analisis kinerja BAN S/M [10] menunjukkan hasil yang cukup baik sebagai berikut: 1) tata kelola BAN S/M cukup efektif dengan telah diakreditasinya 212.137 satuan pendidikan dan program keahlian selama kurun waktu 5 tahun; 2) capaian BAN S/M menunjukkan: (a) sebagian kecil dari satuan pendidikan dan program keahlian terakreditasi dapat memenuhi tingkat mutu sesuai SNP; (b) terdapat jumlah satuan pendidikan yang cukup besar tidak memenuhi SNP sehingga memerlukan dukungan dana dari pemerintah agar dapat memenuhi SNP; dan (c) komponen SNP yang belum sepenuhnya dapat dipenuhi terkait dengan: standar kompetensi lulusan, standar pendidik dan kependidikan, serta sarana prasarana.
STRATEGI PENINGKATAN PROFESIONALISME BAN S/M
Oleh karenanya merujuk dari berbagai permasalahan yang ada serta kondisi realita kinerja BAN S/M saat ini, maka perlu direncanakan langkah strategis guna meningkatkan profesionalisme BAN S/M. Langkah strategis itu mencakup kegiatan internal dan eksternal BAN S/M sebagai institusi pemerintah yang memiliki kewenangan melakukan akreditasi satuan/program pendidikan, yakni:
a) Pengembangan perangkat akreditasi sekolah/madrasah dengan melakukan review secara kontinu terhadap empat elemen akreditasi, yaitu: (1) instrumen akreditasi, (2) petunjuk teknis pengisian instrumen akreditasi, (3) instrumen pengumpulan data dan informasi pendukung akreditasi, serta (4) teknik penskoran dan pemeringkatan hasil akreditasi. Instrumen akreditasi baru yang mulai tahun 2017 ini digunakan terlihat lebih banyak menggunakan pendekatan kualitatif, sehingga diperlukan penjelasan rubrik penilaian yang detail/rinci agar tidak menimbulkan kekeliruan penafsiran. Penggunaan sistem penilaian akreditasi secara online (SisPenA) merupakan langkah maju agar data yang dikelola lebih cepat, data terkomputerisasi yang mudah digunakan dan dapat meningkatkan kinerja, kualitas layanan, serta kualitas data yang dihasilkannya.
b) Peningkatan komitmen dan profesionalisme asesor akreditasi untuk dapat melaksanakan tugasnya dengan baik. Hal ini dapat dimulai dengan (1) sistem rekruitmen asesor dengan kualifikasi yang makin diperketat, (2) pelatihan dan upgrading asesor dengan mekanisme pembelajaran yang komprehensif, dan (3) evaluasi terhadap kinerja asesor berdasarkan masukan dari pengguna (sekolah dan masyarakat). Asesor yang menjalankan tugasnya dengan baik dan teliti akan dapat merumuskan rekomendasi yang sistematis dan komprehensif kepada sekolah/madrasah.
c) Pemanfaatan hasil dan rekomendasi akreditasi sekolah/madrasah secara benar, terukur dan termonitoring dengan baik oleh pemerintah. Studi yang dilakukan oleh Hendarman (2013) terkait dengan pemanfaatan hasil akreditasi sekolah menyebutkan bahwa hasil akreditasi masih belum dimanfaatkan oleh berbagai pemangku kepentingan di tingkat provinsi/kabupaten/kota, khususnya dalam hal perbaikan mutu dengan merujuk pada status hasil akreditasi per-komponen SNP. Hal ini disebabkan karena hasil dan laporan akreditasi belum dirinci sampai aspek operasional berupa analisis secara sistematis terhadap rekomendasi dari setiap komponen yang dianalisis sesuai instrumen akreditasi yang digunakan, serta belum adanya rekomendasi yang jelas tentang tindak-lanjut yang dilakukan oleh sekolah/madrasah untuk meningkatkan peringkat/nilai akreditasinya.
d) Pembinaan pra dan pasca akreditasi. Saat ini yang terjadi di hampir semua sekolah adalah bahwa kegiatan akreditasi sekolah/madrasah hanya merupakan kegiatan 4-5 tahunan yang biasanya hanya dipersiapkan 2-3 bulan sebelumnya. Padahal sesungguhnya proses pemenuhan standar pendidikan (8 SNP) harus setiap saat dipenuhi oleh sekolah tanpa harus menunggu proses akreditasi. Idealnya sistem penjaminan mutu internal (SPMI) sekolah harus dapat berjalan secara kontinu untuk dapat memantau pemenuhan standar pendidikan di sekolah. Penjaminan mutu eksternal yang diimplementasikan dalam bentuk akreditasi sekolah oleh lembaga independen (BAN/BAP) pada dasarnya hanya untuk memastikan apakah proses penjaminan mutu internal sekolah berjalan dengan baik. Terkait dengan data hasil akreditasi, sesungguhnya tugas BAN S/M hanya melakukan penilaian kelayakan program/satuan pendidikan, sedangkan tugas pembinaan menjadi tanggung jawab para pembina satuan pendidikan baik di pusat, daerah, dan masyarakat penyelenggara pendidikan maupun satuan pendidikan.
e) Penguatan eksistensi organisasi BAN S/M (pusat) dan BAP S/M (provinsi) sebagai lembaga yang memiliki kewenangan melakukan proses akreditasi sekolah/madrasah. Terkait hal ini, Subijanto dan Siswo Wiratno (2012) menjelaskan bahwa penyempurnaan dan penguatan keberadaan organisasi BAN S/M dan BAP dapat dilakukan dengan cara (1) meningkatkan kualitas SDM melalui pemberdayaan sekretariat secara efektif, (2) menyediakan seperangkat tata kelola yang diperlukan BAN S/M dan BAP S/M serta UPA, sehingga terbentuk standar pelayanan secara profesional, (c) melakukan peningkatan kualitas/kompetensi asesor secara berkala dan bekesinambungan, dan (d) akreditasi online perlu disempurnakan dan dikembangkan serta diperluas rintisannya untuk memperlancar tugas akreditasi.
DAFTAR PUSTAKA
[1]. BAN S/M, 2014, Pedoman Akreditasi, Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah (BAN S/M). URL: http://litbang.kemdikbud.go.id/data/bansm/PedomanAkreditasiBAN-SM201315x22isiset82014.05.06.pdf.
[2]. Kemendikbud, 2017, Ikhtisar Data Pendidikan Tahun 2016/2017, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Sekretariat Jenderal Pusat Data dan Statistik Pendidikan dan Kebudayaan Jakarta, 2017. URL: http://publikasi.data.kemdikbud.go.id/uploadDir/isi_FC1DCA36-A9D8-4688-8E5F-0FB5ED1DE869_.pdf
[3]. http://www.pikiran-rakyat.com/pendidikan/2017/02/07/4058-sekolah-belum-terakreditasi-392798.
[5]. Hendarman, 2013, Pemanfaatan Hasil Akreditasi dan Kredibilitas Asesor Sekolah/Madrasah, Pusat Penelitian Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud. URL: http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/download/308/210.
[6]. BAN S/M, 2017, Landasan Yuridis dan Akademis Perangkat Akreditasi Sekolah/Madrasah 2017, Paparan TOT Asesor Akreditasi Sekolah/Madrasah, Maret 2017.
[7]. Santoso S.H, Muhammad Yusro dan Aam A.J, 2016, Akreditasi SMK/MAK sebagai Bentuk Akuntabilitas Publik dan Penjaminan Mutu Pendidikan Kejuruan (Tinjauan Kritis Akreditasi Sekolah di Provinsi DKI Jakarta), Makalah pada Konvensi Nasional Pendidikan Indonesia (KONASPI) VIII Tahun 2016. URL: https://myusro.id/wp-content/uploads/2017/06/AKREDITASI-SMK_MAK-SEBAGAI-BENTUK-AKUNTABILITAS-_KONASPI.pdf
[8]. Kemendiknas RI, 2011, Kajian Analisis Sistem Akreditasi Sekolah/Madrasah dalam Rangka Reformasi Birokrasi Internal. URL: http://luk.staff.ugm.ac.id/atur/rbi/AkreditasiSekolahMadrasah.pdf.
[9]. Afiful Ikhwan, 2014, Akreditasi Madrasah Aliyah (MA) dalam Kebijakan Pendidikan Nasional, STAI Muhammadiyah Tulungagung. Jurnal Edukasi, Volume 02, Nomor 02, November 2014: 563-58.
[10]. Subijanto dan Siswo Wiratno, 2012, Analisis Kinerja Badan Akreditasi Nasional Sekolah/Madrasah, Pusat Penelitian dan Kebijakan, Badan Penelitian dan Pengembangan, Kemendikbud. URL: http://jurnaldikbud.kemdikbud.go.id/index.php/jpnk/article/viewFile/90/87